Selain H2M, sosialisasi yang dirangkaikan dengan silaturahmi Ketua PW DMI Sulut dan Banom-banom yang dilaksanakan di Aula Masjid Raya Ahmad Yani Manado pada Jumat (29/11) siang, juga menghadirkan Mahyudin Damis (Antropolog Unsrat Manado) sebagai narasumber.
Di awal penyampaiannya, H2M memberikan apresiasi kepada Gubernur Sulawesi Utara (Sulut) Olly Dondokambey dan PDIP yang mempercayainya sebagai Ketua Kelompok Fraksi PDIP di Komisi V DPR RI, juga kepada warga Sulut yang telah mempercayai dirinya sebagai wakil mereka di Senayan.
“Keberadaan saya di Komisi V sejalan dengan visi misi gubernur yang berfokus pada kemajuan pembangunan di Sulut. Saya juga ingin mengucapkan terima kasih kepada seluruh konstituen saya. Jadi saya gembira ditugasi memberikan sosialisasi, karena itu berarti melepas kangen dengan warga Sulut,” ujar Herson, yang juga selaku Ketua Pengurus Wilayah Dewan Masjid Indonesia (PW DMI) Sulut.
Menurutnya, sosialisasi ini dalam rangka memberikan pemahaman dan wawasan tentang kebangsaan, sesuai amanat pasal 5 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 j.o Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD.
“Empat Pilar MPR RI yaitu Pancasila sebagai Dasar dan Ideologi Negara, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) sebagai Konstitusi Negara serta Ketetapan MPR, Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sebagai Bentuk Negara, dan Bhinneka Tunggal Ika sebagai Semboyan Negara; merupakan modal untuk membangun bangsa yang majemuk,” jelas Ketua LPTQ Sulut ini.
Lebih lanjut dikatakannya, pemahaman yang komprehensif terhadap empat pilar ini merupakan suatu keharusan dan kebutuhan. Karena tantangan kebangsaan kita ada dari internal dan eksternal. Tantangan Eksternal yaitu pengaruh globalisasi kehidupan yang semakin meluas dan persaingan antar bangsa yang semakin tajam, dan makin kuatnya intensitas intervensi kekuatan global dalam perumusan kebijakan nasional.
“Sedangkan tantangan internal yakni: pertama, Masih lemahnya penghayatan dan pengamalan agama serta munculnya pemahaman terhadap ajaran agama yang keliru dan sempit; kedua, Pengabaian terhadap kepentingan daerah serta timbulnya fanatisme kedaerahan; ketiga, Kurang berkembangnya pemahaman dan penghargaan atas kebhinekaan dan kemajemukan; keempat, Kurangnya keteladanan dalam sikap dan perilaku sebagian pemimpin dan tokoh bangsa; dan kelima, Tidak berjalannya penegakkan hukum secara optimal,” paparnya.