Manado, detiKawanua.com – Menghadapi hari pemungutan suara Pilkada 2024, Badan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Sulawesi Utara (Sulut) mematangkan persiapan pengawasan.
Bersama insan pers, Bawaslu menggelar rapat koordinasi di halaman Kantor Bawaslu, Jalan Sam Ratulangi, Kota Manado Senin (25/11/2024) sore.
Rakor bertajuk, “Launching TPS Rawan dan Koordinasi bersama Media pada Persiapan Peliputan Tahapan Pengawasan Pungut Hitung dalam Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Sulawesi Utara tahun 2024 dengan tema, ‘Bersama Rakyat Awasi Pemilu dan Bersama Bawaslu Tegakan Keadilan Pemilu’.
Kegiatan dipimpin anggota Bawaslu Sulut Divisi Pencegahan, Parmas, dan Humas, Steffen Linu.
Ia menyampaikan beberapa hal penting, yakni identifikasi TPS rawan bertujuan mencegah potensi pelanggaran, kecurangan, dan konflik di lapangan.
Media diharapkan menjadi mitra strategis Bawaslu dalam menyampaikan informasi yang transparan dan akurat kepada masyarakat.
Bawaslu Sulut berkomitmen menjaga integritas pemilu dengan melibatkan berbagai pihak, termasuk media dan masyarakat sipil.
Selai itu, untuk indikasi TPS rawan Pilkada 2024, Steffen menjelaskan terdapat 25 indikator TPS rawan yang menjadi fokus pengawasan Bawaslu Sulut.
– Lokasi TPS yang sulit dijangkau.
– Tingginya angka pemilih tambahan (DPTb).
– Adanya pemilih tidak memenuhi syarat (TMS) dalam daftar pemilih.
– Kekurangan logistik pemilu.
– Keterlibatan penyelenggara yang tidak netral.
– Ancaman atau intimidasi kepada pemilih.
– Adanya praktik politik uang.
– Ketidaksesuaian data pemilih antara DPT dan kenyataan di lapangan.
– Dominasi satu kelompok politik di wilayah TPS.
– Pemilih disabilitas tidak difasilitasi dengan baik.
– Pelanggaran aturan kampanye di sekitar TPS.
– Ketidakjelasan batas waktu pungut-hitung.
– Ketidakhadiran saksi dari pasangan calon tertentu.
– Pemilih yang memilih lebih dari satu kali.
– Gangguan keamanan di sekitar TPS.
– Keberadaan petugas TPS tidak sesuai prosedur.
– Kesalahan pengisian formulir rekapitulasi suara.
– Penggunaan kotak suara yang tidak tersegel.
– Tidak adanya pengawas TPS.
– Adanya intervensi dari pihak luar selama pemungutan suara.
– Surat suara yang telah tercoblos sebelum waktu pemilihan.
– Surat suara rusak atau tidak sesuai standar.
– TPS terletak di daerah rawan bencana.
– Adanya pemilih fiktif yang tidak terdaftar namun mencoblos.
– TPS yang tidak ramah anak atau tidak menyediakan fasilitas dasar seperti tempat duduk.
Ia menegaskan, pentingnya koordinasi lintas sektor untuk mengawal setiap tahapan pemilu guna menjamin integritas dan kualitas demokrasi di Sulawesi Utara.
“Kami berharap semua pihak bisa saling berkoordinasi untuk mengawasi tahapan pilkada,” terang Steffen Linu. ***