
Bitung, detiKawanua.com – Monyet Hitam Sulawesi atau Yaki (Macaca nigra), banyak tersebar di hutan primer dan hutan lindung di Sulut. Namun, paling banyak ditemui saat ini di Cagar Alam Tangkoko, Bitung. Sayangnya, populasi yaki makin menurun setiap tahun disebabkan ancaman utama yakni perburuan untuk dikonsumsi dan dipelihara oleh sebagian masyarakat.
Hal ini terungkap saat Pemerintah Kota (Pemkot) Bitung melalui Kepala Bagian Hubungan Masyarakat Erwin Kontu SH, menerima kunjungan Yunita selaku Education Officer didampingi Asisten Pricilia dari Yayasan Peduli Yaki.
Dalam perbincaangan tersebut, Yunita menyampaikan, saat ini Yaki berada dalam ancaman kepunahan, bahkan termasuk dalam daftar merah satwa yang sangat terancam punah menurut IUCN (Serikat internasional untuk konservasi alam). Adapun survei yang telah dilakukan, hanya tinggal tersisa 5000 individu yaki di Sulawesi Utara, 2000 diantaranya berada di Cagar Alam Tangkoko.
“Penyebab utama menurunnya populasi Yaki di tanah Minahasa (80% dalam kurun waktu 40 tahun), tidak lain adalah karena Yaki selalu menjadi sasaran perburuan,untuk akhirnya diperdagangkan, dipelihara bahkan dikonsumsi,” jelas Yunita.
Sementara, Kontu mengapresiasi atas penjelasan dimaksud untuk segera ditindaklanjuti. Dijelaskannya, Pemerintah akan segera mengadakan sosialisasi tentang program konservasi selamatkan Yaki, dan bertekad akan memberdayakan populasi Yaki di Sulut. “Tentunya hal ini akan bekerjsama dengan pihak Yayasan Peduli Yaki,” terang Kontu, di ruang kerjanya, Selasa (07/07) kemarin.
Ia berharap, nantinya lewat sosialisasi oleh pihak Pemkot dapat menekan perburun Hewan Yaki. Menurutnya, banyak manfaat kembang biak hewan ini, dikarenakan Yaki merupakan salah satu satwa yang memegang peranan penting dalam keseimbangan ekosistem alam, daya tarik wisata, serta penelitian ilmu pengetahuan.
“Harapan saya terhadap masyarakat agar tidak lagi berburu Yaki, dikarenakan Yaki merupakan satwa yang tidak boleh diburu dan dikonsumsi. Sebab Yaki saat ini dilindungi Pemerintah lewat UU Undang-Undang (UU) RI No.5 Tahun 1990 dan Peraturan Pemerintah RI No.7 Tahun 1999 tentang perlindungan Satwa ,juga pihak International Union for Conservation of Nature and Natural Resources (IUCN) atau World Conservation Union,” ujar Kontu. (Arby Maspeke)