detiKawanua.com – Bagi Umat Islam, Bulan Ramadhan merupakan bulan yang penuh dengan keberkahan, bulan yang dianggap suci karena seluruh umat Islam yang telah Baligh (dewasa,- red) diwajibkan untuk menyucikan dirinya dari perbuatan dosa yang telah diperbuat di bulan-bulan sebelumnya dengan cara berpuasa. Pemandangan yang telah lazim pun dapat dilihat di jalan-jalan protokol baik perkotaan maupun pedesaan di tiap harinya. Banyak Umat Islam yang berbondong-bondong menuju Masjid untuk melakukan ritual Shalat di tiap waktu Shalat. Seolah menunjukkan bahwa bulan di luar bulan Suci Ramadhan tidak ada waktu untuk melakukan Shalat secara berjamaah di Masjid. Masjid yang dulunya sunyi di setiap waktu shalat, kini mendadak menjadi ramai dikunjungi oleh Umat Islam. Justru yang anehnya, segelintir masyarakat Islam kadang bergurau bahwa Bulan Ramadhan adalah bulan musim melaksanakan Shalat.
Momen Shalat Sunnah Tarawih dianggap sebagai Shalat wajib di tiap-tiap Masjid, sehingga kegaduhan dan keributan yang dilakukan oleh anak-anak maupun sebagian orang dewasa di lingkungan Masjid, tidak dapat dielakkan. Tak sedikit jamaah Shalat Sunnah Tarawih yang bergumam dan menilai Imam Tarawih, ada yang memberikan predikat baik kepada sang Imam dan tak sedikit pula yang memberikan komentar negatif kepada sang Imam Tarawih. Bahkan yang lebih anehnya, lagi petasan dan kembang api menghiasi lingkungan Masjid, seolah Masjid menjadi tempat yang tepat untuk unjuk permainan anak-anak. Dengan kondisi demikian, penulis memilih untuk Shalat Tarawih sendirian dengan dalih agar tidak terganggu dan dapat mendekati kekhusyuan dalam Shalat.
Tidak dapat dipungkiri Bulan Ramadhan adalah bulan yang membawa keberkahan bagi umat Islam. Hal ini dapat dilihat dari tingkat kebutuhan masyarakat yang begitu meningkat baik dari sisi kebutuhan pokok maupun kebutuhan lainnya. Para penjual maupun pembeli banyak yang berjejal di pasaran maupun di pinggir jalan untuk memenuhi kebutuhan berbuka puasa maupun untuk sahur.
Di pasar, swalayan maupun Mall menjadi tempat untuk berbelanja bagi masyarakat. Kegiatan pasar murah pun (baca: senggol) digelar oleh pemerintah. Anehnya kegiatan jual beli tersebut dilakukan dari pagi hari sampai pada malam hari. Jamaah Shalat yang tadinya tumpah ruah di Masjid berpindah ke tempat-tempat pusat perbelanjaan, sehingga Bulan Ramadhan yang seharusnya menjadi momen peningkatan keimanan dan penyucian diri secara spiritual yang seharusnya diisi dengan aktivitas-aktivitas yang memiliki nilai ibadah, justru menjadi bulan belanja untuk kebutuhan menyambut Hari Raya Idul Fitri.
Puncak Bulan Suci Ramadhan yang jatuh pada tanggal 1 Syawal (Idul Fitri) sampai Tanggal 7 Syawal, sebagai hari puncak meraih kemenangan setelah sebulan berperang melawan hawa nafsu dalam diri, menjadi waktu yang tepat untuk memamerkan serta memperlihatkan gaya dan penampilan yang serba baru. Tradisi hura-hura pun tidak dapat dihindarkan. Kebisingan dengan bunyi knalpot motor menjadi akrab di telinga, sehingga tak sedikit korban jiwa yang berjatuhan di jalanan akibat iring-iringan kendaraan yang tidak karuan. Hal tersebut yang selama ini tidak disadari oleh sebagian Ummat Islam tentang Ramadhan yang penuh sarat dan makna sebagai bulan yang penuh dengan keberkahan, terutama bagi kaum muda Islam yang cenderung ke hal-hal yang sifatnya hura-hura (glamour).
Semoga kita tidak termasuk dalam masyarakat Islam yang glamour dalam menjalankan puasa Ramadhan. Tetap menjaga ukhuwah sesama Ummat Islam dan menjadikan Ramadhan sebagai bulan intropeksi diri bagi setiap yang menjalankannya, serta tetap menjaga sikap toleran terhadap umat lain yang tidak berpuasa. Sehingga nilai Ramadhan sebagai bulan yang penuh kemenangan, dapat diraih. Semoga (#)
Penulis adalah Islam KTP Asal Kabupaten Muna, Sulawesi Tenggara