– Akhir-akhir ini, media masa banyak memberitakan tentang maraknya
penjualan organ tubuh yaitu ginjal. Bahkan, menjadi topik utama dalam
sebuah berita, baik televisi ataupun media masa lainya. Timbulnya
penjualan ginjal di bangsa ini, disebabkan pemerintah mengabaikan
kesejahteraan rakyatnya. Berbagai kesulitan hidup yang dialami rakyat
miskin, seperti mahalnya bahan pokok kebutuhan sehari-hari, memaksa
mereka untuk melakukan hal yang tidak masuk akal, termasuk menjual
ginjalnya. Seperti yang dilansir oleh Liputan 6: Susanto (28) memegang
kertas bertulisan: “Pak Jokowi tolong beli ginjal saya, anak saya butuh
operasi 1,2 Milyar”, saat melakukan aksinya di depan Istana Merdeka,
Jakarta, Jumat (20/11/2015). (Liputan6.com/Gempur M Surya).
Warga “Mencari” Pembeli Ginjal untuk Menebus Ijazah (Foto: liputan6.com)
“Karena jumlah penderita penyakit ginjal cukup banyak di Indonesia, jelas ginjal merupakan organ yang paling banyak dicari. Selain itu, ginjal juga merupakan organ manusia yang paling sering rusak. Maka dari itu, jual beli organ ginjal marak beredar di negeri ini,” katanya pada acara diskusi peran profesi penyakit dalam pada penyakit ginjal di Jakarta, Rabu (03/02/2016).
Maraknya jual beli ginjal yang ilegal di Indonesia, erat kaitannya dengan kesenjangan sosial. (Juhlim)
Memang cara rakyat memahami negara sungguh sangat sederhana. Bagi rakyat, negara adalah penguasa. Rakyat tentu saja merasakan sentuhan negara hanya ketika penguasa hadir di tengah tengah mereka. Kehadiran penguasa di tengah rakyat secara fisik seringkali hanya dalam empat wajah, yakni wajah yang mengumbar janji saat pemilu, wajah tukang perintah ketika rakyat diundang untuk rapat atau upacara formal tertentu, wajah seolah dermawan dengan membagikan uang yang dikemas dalam bentuk bantuan, dan wajah menakutkan ketika lapak dan warung-warung rakyat kecil dibongkar. Selebihnya rakyat kecil sering melihat penguasa hanya di layar kaca dengan wajah memelas sarat akan pencitraan dan wajah-wajah koruptor melalui pemberitaan korupsi yang spektrumnya makin meluas. Tentu saja hal tersebut bukan sebuah provokasi tetapi data empiris yang rakyat kebanyakan alami sehari-hari. Walhasil posisi Negara seperti itu dihadapan rakyat sangatlah negatif. Ini yang kemudian mengakibatkan meluasnya public distrust (ketidakpercayaan publik) terhadap penguasa Indonesia saat ini.
Jadi, sesulit apapun kehidupan yang kita alami saat ini tetap sabar dan sabar. Jangan pernah putus asa, karena sesusungguhnya Allah menyukai orang-orang yang sabar. Firman Allah SWT:
يا أَيُّهَا الَّذينَ آمَنُوا اصْبِرُوا وَ صابِرُوا وَ رابِطُوا وَ اتَّقُوا اللهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ