“So banyak wajib pajak yang ka kantor (BP2RD- red) mengkonfirmasi kenaikan ini. Ada juga yang marah-marah. Sesuai undang-undang, penyesuaian PBB setiap 3 tahun, sedangkan Talaud sudah 10 tahun tidak pernah menaikan PBB. Tahun 2016 waktu masih digabung dengan DPPKAD, kami pernah melakukan pendataan dengan melihat, mulai dari harga resource, terdiri dari bahan bangunan dan upah mandor. 10 tahun lalu berapa, tahun sekarang berapa, kan nilai-nilai ini kami sesuaikan semua. Jika ada wajib pajak yang belum paham, silahkan datang ke kantor, nanti kami jelaskan,” ujar Kabid Pengelola Pajak.
Di tempat sama, senada dengan Kabid pengelola pajak, Operator Console Kriston Sasauw menjelaskan, suatu hal keliru jika kenaikan PBB dihitung dengan persentase. Kenaikan sebenarnya dihitung berdasarkan up dating data. Menurutnya data nilai objek pajak bumi bangunan sejak tahun 2016 maupun tahun dibawahnya belum pernah di update. Dari 19 kecamatan, pemutakhiran data NJOP berlaku untuk Kecamatan Melonguane, Beo dan Lirung. Sedangkan 16 kecamatan lainnya hanya bangunan.
“Contohnya Melonguane. Waktu di Dinas Pendapatan tahun lalu, kita ada kajian NJOP. Kita lihat tanah disini (Melonguane- red) yang dulunya cuma tanah kebun hanya 20 ribu per meter, sekarang harga tanah berkisar sampai 750 ribu. Kenaikan kita klasifikasikan per kelas, jadi kita naikkan sampai 5 kelas. Sesuai undang-undang, kita harus mengklasifikasikan NJOP sesuai dengan perkembangan wilayah,” kata Sasauw.
Di sisi lain, Kabid Pengelola Pajak mengakui, tak adanya sosialisasi karena minimnya anggaran menjadi kekurangan instansinya dan dikeluhkan masyarakat terutama wajib pajak. Ia juga membantas jika kenaikan PBB merupakan bagian dari upaya mengejar target pendapatan asli daerah.
Kembali Sasauw menuturkan, penetapan PBB telah dibahas bersama dengan DPRD pada tahun 2016 lalu, dan terjadi kenaikan dari sekitar 1,5 miliar menjadi 2,5 miliar rupiah. (RhojakFM)











