Example floating
Example floating
SULAWESI UTARA

Opini: Mempuasakan Hati

×

Opini: Mempuasakan Hati

Sebarkan artikel ini
Oleh: Zaenal Abidin Riam
Ketua Komisi Pengembangan Cabang PB HMI (MPO) Periode 1437-1439 H / 2015-2017 M

detiKawanua.com
– Ramadhan adalah bulan introspeksi diri, ajang evaluasi total terhadap pribadi manusia, ruang untuk merenung kembali keburukan dan kebaikan yang berlalu, evaluasi terhadap keburukan dimaksudkan agar tidak mengulanginya, evaluasi terhadap kebaikan dimaksudkan untuk meningkatkannya, sangat mungkin kebaikan yang telah dilakukan masih sedikit, bahkan terlalu sedikit di tengah usia yang terus bertambah, sebagai bagian dari evaluasi total, kebaikan dan keburukan tidak hanya dievaluasi pada aspek fisik dari diri manusia, tetapi juga pada aspek batin, khususnya pada hati manusia, berapa banyak kebaikan yang telah dilakukan hati kita? Berapa banyak pula keburukan yang asalnya dari hati kita? Dua pertanyaan ini adalah dasar dalam mengevaluasi hati kita.
Dalam konsep islam, hati juga merupakan pusat kesadaran manusia, bila hati bersih, maka bersihlah diri, namun bila hati berlumur noda kesalahan, maka rusaklah diri, oleh sebab itu sejatinya hati selalu dibersihkan, caranya adalah dengan menghindarkannya dari dosa, dari kesalahan, ramadhan sesungguhnya adalah momen terbaik penyucian hati, puasa yanga dalam makna sederhananya adalah menahan, mengharuskan orang berpuasa untuk menahan diri dari segala hal merusak, termasuk menahan hati dari semua hal negatif, itu berarti, bila seorang muslim konsisten berpuasa, maka semua bagian dirinya wajib dipuasakan, semua bagian dirinya wajib menahan, termasuk hati juga harus dipuasakan.
Mempuasakan hati berarti menjaganya dari segala bentuk kesalahan, dari segala jenis dosa, pada hakikatnya mempuasakan hati adalah pekerjaan berat, lebih berat dari mempuasakan aspek fisik diri kita, seorang muslim boleh saja telah berpuasa secara fisik, tetapi hatinya belum berpuasa, seorang muslim mungkin telah menahan diri dari makan dan minum, tetapi hatinya masih sibuk menaruh dendan, curiga, kebencian tak berdasar kepada orang lain, dosa hati adalah dosa tak terlihat, hanya yang bersangkutan yang mampu merasakannya, seringkali dosa tersebut muncul tanpa disadari pemiliknya, bahkan si pemilik turut menikmati dosa tersebut tanpa sadar, ragam dalih bisa digunakan si pemilik guna melestarikan dosa hatinya, dalih ini biasanya bersumber dari egoisme belaka, khususnya anggapan sebagai yang paling tersakiti.
Ada banyak jalan yang bisa dilakukan guna mempuasakn hati, dalam islam salah satu jalan terbaik adalah zikir, zikir berarti mengingat Allah, ingatan kepada Allah menyebabkan manusia lebih terbuka dalam menilai kesalahan dirinya, dalam posisi ini, ego yang merupakan penghalang dalam memandang kesalahan diri secara utuh, mampu ditekan ke titik minimal, zikir bukan sekadar keterampilan lisan melafazkan permohonan ampun, akan tetapi lebih dari itu, zikir merupakan kesadaran utuh untuk mengakui kesalahan kita yang sudah terlampau banyak, dari sinilah perbaikan terhadap hati bisa dilakukan, memang tak mudah, namun bukan berarti tak mampu dilakukan, sepanjang manusia punya keinginan membenahi hatinya, maka sepanjang itu pula jalan berbenah selalu terbuka.
Mari berpuasa dalam ramadhan ini dengan sebenarnya puasa, termasuk mempuasakan hati kita, bagian dari diri kita yang paling rawan terjerembab dalam kesalahan, tanpa bermaksud melebihkan, puasa hati adalah puasa sesungguhnya, puasa hati adalah membangun kembali kesadaran yang sesungguhnya, sebab anugerah yang dijanjikan Allah berupa kesucian di penghujung ramadhan, yakni kembali kepada fitri, kembali pada kesucian awal, hanya bisa didapat dengan membangun kesadaran diri secara utuh, kesadaran itu dibangun mulai dari hati masing-masing, caranya adalah penyucian hati, kesucian ini akan terpancar pada diri insan yang mampu melakukannya, bentik konkritnya adalah keengganan melakukan dosa, enggan melakukan kesalahan. (#)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *