Bitung, detiKawanua.com – Upaya Pemerintah Kota (Pemkot) Bitung untuk menggosongkan lahan KEK yang ditempati warga, berujung dengan bentrolam antara warga dan aparat keamanan di lahan Erfphact ex HGU PT. Ranomuut Kelurahan Manembo-nembo, Sagerat dan Tanjung Merah (MASATA), Jumat (05/02).
Warga Masata yang didampingi oleh Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Manado melakukan perlawanan atas usaha Pemkot Bitung yang mengerahkan Satuan Polisi Pamong Praja yang dibackup oleh Polda Sulut, dan TNI tiga matra (AD, AL dan AU), untuk memaksa penggusuran di lahan yang akan dijadikan Kawasan Ekonomi Khusus.
Akibatnya bentrokan tak terhindarkan. Awalnya warga Masata dapat memukul mundur pasukan Satpol PP. Sejumlah siswa sekolah yang berada di lokasi tersebut terjepit saat terjadi aksi saling dorong warga dengan Satpol PP. Namun Pemkot Bitung kemudian mengerahkan alat berat escavator dan loader, sehingga warga kesulitan menghalaunya.
Sejumlah warga Masata ditangkap Tim Buser Polda Sulut maupun Polres Bitung, karena dianggap sebagai provokator. Bentrokan yang terjadi di lahan seluas 92,6 Hektar tersebut dipantau langsung oleh YLBHI Manado.
“Kami tetap konsisten mendampingi warga MASATA. Penggusuran kali ini ada indikasi pelanggaran HAM berat, sehingga kami berkoordinasi dengan KOMNAS HAM,” kata Arya Rahman.
Menurut Arya Rahman dari Divisi advokasi YLBHI Manado, lahan yang telah ditempati warga ini masih berproses secara hukum di PN Bitung, MA dan PTUN, sehingga penggusuran kali ini dinilai cacat hukum. Dan anehnya pemerintah setempat tak memberikan ganti rugi bangunan kepada warga.
“Kami mengecam keras aksi paksa, penggusuran di lahan MASATA, karena dasar hukum penggusuran hanya dikeluarkan oleh Dinas Tata Ruang Pemda Bitung. Seharusnya dasar penggusuran berdasarkan keputusan Pengadilan, artinya pemerintah sendiri yang melanggar prinsip rule of law,” pungkasnya.
Dari pantauan awak media, sejak pukul 05.00 WITA, aparat keamanan yang berada di jalan KEK telah mempersiapkan diri menghadapi perlawanan warga.
(*/Al)