Sulut, detiKawanua.com – Ditandatanganinya surat kesepakatan bersama antara pihak Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sulut yang diwakili KasatPol-PP, Evans S Liow dan 10 perwakilan dari ratusan pendemo yang tergabung dalam Forum Agraria Komunitas Petani dan Nelayan Sulawesi Utara, yang melakukan aksi unjuk rasa di halaman Kantor Gubernur Sulut pada
Kamis (14/11/2019), menjadikan suasana aksi tersebut ‘mencair’ dari sebelumnya sempat memanas dengan aparat keamanan.
Adapun ratusan pendemo tersebut berasal dari 3 desa di kabupaten kota berbeda yakni, Desa Makawiley Kota Bitung, Desa Paputungan Kabupaten Likupang Barat dan Desa Tiberias Kabupaten Bolaang Mongondow (Bolmong) itu pun terpantau mempunyai permasaalahan yang sebagian besarnya rata-rata terkait persoalan lahan tinggal yang diduga telah dimanfaatkan pemanfaatannya secara sepihak oleh sejumlah perusahaan.
Diketahui untuk proses mediasi pemanggilan kembali para perwakilan tiga desa tersebut oleh KasatPolPP Sulut Liow, rata-rata mencapai dua minggu semenjak terhitung tanggal ditandatangani surat kesepakatan bersama itu.
Berikut sebagian kutipan isi surat pernyataan yang telah ditandatangani bersama:
– Desa Makawiley Bitung akan diselesaikan Biro Hukum, BPN berkoordinasi dengan Pemda setempat/pemerintah desa.
– Likupang Barat (Desa Paputungan) Klarifikasi tempat PT Bhineka Manca Wisata nanti di Biro Ekonomi, PTSP, DLH dan BPN.
– Tiberias, melalui Biro Ekonomi, PTSP, DLH, BPN, Dinas Perkebunan, Dinas Pangan, juga akan turut serta bersama-sama BAMAG Sulut.
INI PERNYATAAN SIKAP Forum Agraria Komunitas Petani dan Nelayan Sulawesi Utara:
Tak ada niat kami untuk iri hati terhadap kekayaan investor. Tak ada niat kami untuk menghalangi usaha investor yang hendak tambah kaya di daerah kami. Tak ada pula niat untuk meminta bagian keuntungan usaha dari investor. Selama berabad-abad kami hidup nyaman, tenteram, hidup apa adanya dari alam dan adat istiadat lokal di atas tanah dan laut kami. Namun hadirnya beberapa korporasi atau investor di Sulawesi Utara, ternyata dengan dibantu keberpihakan institusi-institusi pemerintah telah merampas hak-hak hidup kami PETANI dan NELAYAN. Merampas tanah kami. Merampas laut kami. Merusak adat istiadat kami. Mengadu domba masyarakat dalam perang pro dan kontra. Merusak ruang dan lingkungan hidup kami. Memanfaatkan tangan-tangan hitam petugas hukum untuk memuluskan perampasan hak-hak hidup. Menggunakan kamuflasi ketertiban masyarakat demi menaklukkan protes dan tuntutan memperoleh keadilan. Merampas hak-hak yang diberikan konstitusi negara. Semua ini, syahdan, demi menyenangkan hati investor untuk memacu pertumbuhan ekonomi.
Apakah hadirnya investasi dengan cara merampas hak-hak hidup rakyat petani dan nelayan dapat membawa kemakmuran bagi petani dan nelayan??? Ataukah demi lancarnya investasi petani dan nelayan wajib berubah profesi menjadi satpam atau tukang parkir dengan makan dari sisa-sisa sampah investasi??? Di Desa Tiberias Poigar Bolmong, ratusan aparat Polri dan TNI AD menyerbu kampung petani dan menangkapi serta memproses hukum puluhan petani garagara menggugat izin-izin perusahaan di pengadilan. Lalu di saat bersamaan korporasi (investor/perusahaan) melakukan eksekusi pengosongan paksa atas lahan 177 hektar tanpa putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.
Di Desa Paputungan Likupang Barat Minut, Perusahan dengan pengawalan resmi aparat Polri dan TNI AD main gusur Iahan-Iahan petani walaupun tanah-tanah tersebut bersengketa secara perdata, masyarakat ditangkapi dan diproses hukum. Ketika Polisi dan Tentara digugat di Pengadilan, satu demi satu masyarakat dipanggil Polisi untuk diproses hukum. Lebih aneh lagi, ketika masyarakat diadili di PN Airmadidi, sidang seperti hanya proforma saja dan hukuman seolah-olah telah disiapkan sebelum diadili. Seolah-olah Pengadilan Negeri hanya melaksanakan perkara orderan dari perusahaan. Saat ini perusahaan ini sedang membongkar pekuburan tanpa musyawarah dengan masyarakat. Perusahan in juga membongkar terumbu karang (nyare) di pantai Paputungan tanpa izin-izin. Namun ironisnya, pelangaran-pelanggaran A hukum tersebut dikawai oleh aparat Polisi. Apakah tugas Polisi sudah bertambah dengan menjadi alat satpam perusahaan??? Ataukah Polisi sekarang dapat menerima orderan investor untuk mengawal keonaran yang hendak ditimbulkan perusahan investor???
Di Keiurahan Makawidey Bitung, tanah negara eks HGU diberikan hak kepada Perusahaan dari Jakarta. Diberikan sertifikat Hak Guna Bangunan yang selama 22 tahun tidak digunakan, sementara rakyat petani di sekitar hidup berdesak-desakan di wilayah tebing yang tiap tahun berhadapan dengan bencana aiam.
Sembunyi di ”lubang-gua” manakah Jaminan hukum terhadap kami rakyat yang cuma petani ketika aparat hukum serta institusinya yang dibiayai uang rakyat terkontaminasi
penyalahgunaan wewenang??? Sembunyi di lokalisasi manakah keadilan itu sekarang??? Apakah tugas pemerintah daerah dapat semena-mena mengobral izin kepada investor yang akan merampas hak-hak hidup rakyat??? Dimanakah kekuatan UUPA dalam melindungi rakyat kecil??? Apakah memang keadilan bagi rakyat kecil telah diselundupkan ke lubang-Iubang hitam penyelewengan jabatan dan mafia peradilan. Apakah keadilan hanya untuk yang punya modal, tajam ke bawah tumpul ke atas???
Berdasarkan hal-hal tersebut, kami menuntut :
1. Kepada Mahkamah Agung dan Pengadilan Tinggi Manado :
PECAT Hakim yang terindikasi melakukan pelanggaran dalam mengadili perkara !!! -Bongkar MAFIA PERADILAN di daerah, dan BINA perilaku Pengadilan Negeri di Kabupaten/Kota se-Sulut, terutama Pengadilan Negeri Airmadidi.
Proses dengan sungguh-sungguh dan konsisten atas laporan-laporan masyarakat tentang pelanggaran pengadilan !!!
2. Kepada Mabes Polri dan Polda Sulut : = PECAT oknum-oknum Polisi yang menerima biaya jasa dari perusahaan-perusahan pelanggar HAM H! Tarik semua anggota Polisi termasuk Brimob dari perusahaan-perusahaan yang meminta jasa pengamanan untuk keonaran yang akan dilakukan perusahaan di ruang hidup kami !!!
3. Kepada Menteri ATR/Kanwil ATR Sulut :
CABUT seluruh HGB dan HGU se-Sulut yang menimbulkan konflik dengan petani dan nelayan. CABUT sertifikat-sertiflkat mafia tanah. Bongkar MAFIA TANAH di Sulut.
Terapkan UUPA secara tegas dan konsisten.
4. Kepada Gubernur Sulut :
CABUT semua izin-izin yang terindikasi merampas hak-hak hidup petani dan nelayan. Akomodir penyelesaian konflik-konflik rakyat. Wahai Pemerintah, tegakkan hukum dan LINDUNGILAH RAKYAT KECIL ll! Manado, 14 November 2019.
Abner Patras, Korlap Komunitas Petani dan Penggarap Desa Tiberias dan sekitarnya. (**/Mail70)