Hillary Brigitta Lasut. /ist
Manado, detiKawanua.com – Pernyataan Kabag Humas Pemprov Sulut Christian Iroth ditanggapi Caleg DPR RI Terpilih Hillary Brigitta Lasut SH, LLM.
Menurut HBL, sangat disayangkan pejabat sekelas eselon III membuat pernyataan di media mempermasalahkan hal-hal yang tidak substansial dan mengada-ada.
“Penilaiannya simple saja, mungkin dia kurang membaca, tidak fokus dan butuh liburan,” ujarnya sambil tertawa.
“Jangan sampai masyarakat malah kehilangan kepercayaan karena humas pemprov malah jadi corong yang asal bunyi, bersusah payah menggiring opini publik kepada pertanyaan dan permasalahan yang terkesan dibuat-buat,” tambah kandidat doktor hukum ini, beberapa waktu lalu.
Baca juga: Hillary: “Menghalangi Pelantikan, Perbuatan Melawan Hukum!”
Lanjut Hillary, pernyataan seperti itu merupakan penghinaan besar kepada Mahkamah Konstitusi, KPU, Bawaslu, Kejaksaan Talaud, (yang turut memverifikasi keabsahan dokumen) dan Kementerian Dalam Negeri (yang secara tidak langsung sudah menyatakan E2L siap dilantik dengan menerbitkan SK Pelantikan).
Menurutnya, ini sikap yang sangat meremehkan Mendagri, seakan menganggap semua lembaga yang sudah terlibat dan mengesahkan itu, orang-orang bodoh yang tidak mengerti aturan.
“Tindakan yang sangat keliru untuk karirnya ke depan,” ujar alumnus SMAN 1 Manado ini.
Mengenai Keputusan MA, Hillary balik bertanya apakah Iroth sudah membaca dengan saksama putusan tersebut. Karena MA menolak gugatan TUN Elly Lasut terhadap SK Mendagri yang menyatakan Elly Lasut diberhentikan setelah selesai masa jabatan yaitu tahun 2014.
Faktanya, Elly Lasut sudah menerima keputusan inkrah tahun 2011, dan UU Pemda menyatakan bahwa kepala daerah harus diberhentikan dari jabatannya jika sudah ada keputusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap atau inkrah. Bahwa setiap tindakan/keputusan yang diambil oleh pejabat tata usaha negara harus ada DASAR HUKUM-nya.
“Ingat SK Mendagri tidak boleh bertentangan dengan UU Pemerintahan Daerah pasal 83. Apakah Pak Iroth sudah membacanya dan paham? Penolakan MA terhadap gugatan Elly Lasut sama sekali tidak mempertimbangkan materi hukum, dan keputusannya tidak merubah materi atau sifat dari SK Mendagri itu,” bebernya.
Untuk merubah SK Mendagri itu (asas contrarius actus), kewenangannya ada pada mendagri dan ternyata kemudian mendagri merevisi/membetulkan SK Pemberhentian papa menjadi tahun 2011 sudah sesuai dengan ketentuan kewenangan pejabat tata usaha negara.
“Otomatis SK yang baru sudah diterbitkan. SK lama yang telah digugat di PT TUN sampai di kasasi MA, tidak lagi digunakan. Pada peraturan sederajat seperti SK Mendagri, peraturan yang baru melumpuhkan peraturan yang lama. Jadi peraturan yang lama tidak berlaku lagi jika sudah diterbitkan peraturan yang baru (asas Lex Posterior Derogat Legi Priori),” terang HBL.
“Membatalkan/mengubah SK mendagri menjadi kewenangan mendagri dan adanya keputusan terbaru menjadikan keputusan lama tidak berlaku lagi. Sehingga jika di hitung dari SK pemberhentian 2011 masa periode Elly Lasut baru 2 tahun 1 bulan artinya belum mencapai 2 periode. Semoga ini bisa menjadi info hukum untuk tidak lagi menunda pelantikan,” pungkasnya.
(*/Indra)










