Tulude atau upacara syukur memasuki tahun baru yang disimbolkan dengan pemotongan kue Tamo dan dirangkaikan dengan atraksi budaya tari gunde, alabadiri, masamper dan ampawayer dimana budaya ini berkembang dilingkungan orang Sangihe Talaud.
Tokoh pemuda Sulut berdarah Nusa Utara yang juga Ketua Pengurus Daerah Tidar Sulawesi Utara, Syarif Darea mengatakan ati kata ‘tulude atau menulude’ berasal dari kata ‘suhude’ dalam bahasa sangihe berarti tolak. Dalam arti luas Tulude berarti menolak untuk terus bergantung pada masa lalu dan bersiap menyongsong tahun yang ada di depan.
“Tulude diadakan sebagai ucapan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan berkat yang telah diberikan Tuhan selama setahun yang lalu,” ujar Darea, saat ditemui awak media Rabu (13/2/2019) malam.
Ia melanjutkan, Tulude tidak hanya digelar di Kabupaten Kepulauan Sangihe saja, namun juga di kabupaten dan kota lain di Sulawesi Utara, di mana Suku Sangir berada, seperti di Bitung, Manado, dan daerah lainnya. Perayaan Tulude selain sebagai upacara adat, juga merupakan suatu pesta rakyat warga Sangihe. Pada setiap perayaan upacara adat Tulude diundang para tamu tamu kehormatan yaitu para pejabat daerah dan masyarakat umum.
“Tulude adalah salah satu kearifan lokal Sulut di bidang budaya, dan harus terus dijaga serta dilestarikan. Ini menjadi tanggung jawab semua pihak, bukan hanya warga yang berasal dari Nusa Utara saja,” katanya.