Manado, detiKawanua.com – Wilayah pertambangan di Provinsi Sulawesi Utara menjadi perhatian penting dari Pemerintah Provensi (Pemprov) Sulut melalui Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), terlebih dengan adanya insiden pertambangan longsor di Wilayah Desa Bakan Kabupaten Bolaang Mongondow (Bolmong) pada Selasa kemarin yang telah memakan korban jiwa.
Kepala Dinas ESDM Sulut, B.A Tinungki ketika dikonfirmasi wartawan pada Kamis (28/02) sore tadi mengatakan bentuk keprihatinannya atas insiden tersebut. Namun juga disisi lain, kegiatan para penambang dilokasi lahan yang dikuasasi PT. JRBM atau di TKP (Tempat Kejadian Perkara) tersebut berstatus PETI (Pertambangan Tanpa Izin).
“Kita (ESDM) sudah beberapa kali memberikan pembinaan kepada para masyarakat penambang dan terakhir itu saya ditugaskan oleh Pak Gubernur mendampingi Anggota DPD (Benny Ramdhani) ke Bakan untuk sosialisasi,” terangnya.
Lanjutnya memang juga kegiatan pertambangan tersebut dapat dikategorikan “susah-susah gampang” untuk sebuah solusi, yang dimana di Provinsi Sulut ini kurang lebih 10.000 masyarakat beraktifitas sebagai penambang untuk mencari sesuap nasi.
“Pak Gubernur juga sering memberikan arahan bahwa kekayaan sumber daya alam termasuk sumber mineral ini bisa sebesar-besarnya untuk kesejahteraan rakyat di Sulawesi Utara. Contoh seperti Perkebunan diberikan bantuan pupuk atau benih tanaman, di Kelautan juga diberikan bantuan perahu nelayan, nah sekarang ini yang jadi pertanyaannya apakah masyarakat penambang ini juga diberikan bantuan, seperti betel dan palu?,” ungkap Tinungki sembari mengatakan, melalui Asosiasi Penambang Rakyat Indonesia (ASPRI) juga telah menyampaikan aspirasinya kepada ESDM terkait itu.
“Rata-rata masyarakat penambang emas di Sulut ini juga menginginkan untuk secara legal atau berizin, namun ini hal yang tidak mudah karena untuk melegalkan Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) ke pemerintah pusat ada prosedurnya, seperti penentuan wilayahnya itu kewenangannya dari pemerintah pusat. Dan oleh masyarakat penambang di Bakan sendiri sudah saya jelaskan apa adanya tentang usulan mereka lokasi itu (Busa Bakan) dijadikan WPR,” jelasnya, yang menambahkan bahwa lokasi yang ada itu adalah wilayah PT JRBM, hanya bisa diusul jadi WPR jika melepas sebagian lokasi (tempat kejadian) tersebut, karena luas WPR itu hanya 25 hektare.
“Kami tidak mempersoalkan masyarakat jika ingin menambang, namun (ada catatan) harus memperhatikan keselamatan diri dan jangan merusak lingkungan,” ujarnya.
Diketahui setelah mendapatkan informasi insiden tersebut, ESDM Sulut langsung menerjunkan tim Staf Inspektrur Tambang 3 orang turun berkoordinasi dengan Kepolisian. Begitu juga Cabang Dinas ESDM Sulut untuk Bolmong Raya, untuk mengupdate dan membangun posko standby di lokasi. Adapun, dari catatan ESDM sebelumnya juga pada Bulan Juni 2018 lalu, insiden yang sama juga sudah pernah terjadi yang telah menelan 6 korban jiwa diseputaran kompleks pertambangan rakyat di milik PT. JRBM tersebut.
(IsJo)











