Fenomena obral fatwa telah menjadi salah satu fenomena jamak belakangan ini. Banyak orang dewasa ini mendadak muncul bak ulama khususnya di media sosial (medsos) dengan mengeluarkan fatwa keagamaan. Hal ini cukup menggelikan, karena beberapa dari mereka terkadang belum memiliki rekam jejak yang jelas dalam hal keteladanan, keilmuan, dan karya tulis, tetapi karena memiliki banyak pengikut baik di dunia riil maupun virtual serta ditunjang dengan gaya berpakaian bak seorang ulama, maka mereka dengan penuh percaya diri mengobral berbagai fatwa -tanpa memperhitungkan dampak sosialnya- demi menaikkan popularitasnya.
Mendekati momen Tahun Baru, seperti biasanya, medsos telah diramaikan oleh perdebatan rutin tahunan tentang segala hal yang melekat dengan perayaan Tahun Baru. Saya menduga tak lama lagi, para ulama medsos akan meramaikan jagat dunia maya dengan fatwa-fatwanya terkait simbol dan atribut Tahun Baru, seperti pengharaman terompet yang dianggap sebagai simbol dan budaya Yahudi dan juga pengharaman Tahun Baru (Masehi) yang dianggap identik dengan tradisi Kristen.
Tradisi mengeluarkan fatwa sebenarnya bukanlah hal baru di negeri ini. Dulu di zaman penjajahan, para ulama pernah mengeluarkan fatwa pengharaman jins dan jas karena dianggap sebagai budaya penjajah/kolonial yang Kristen. Tetapi sekarang, orang sudah menganggap biasa mengenakan jins dan jas, termasuk para ulama itu sendiri.
… pembawa ajaran Kristen dan Islam, Yesus dan Muhammad adalah dua sosok
yang selalu menyerukan pengikutnya untuk selalu menjunjung tinggi akhlak
dan cinta kasih kepada siapa saja, baik mereka yang mencintai maupun
yang memusuhi.
Terkait dengan simbol dan atribut keagamaan lain, sebenarnya proses adopsi dan pinjam-meminjam hasil kebudayaan telah menjadi hal yang biasa di dalam Islam. Menara Masjid Kudus di Jawa Tengah misalnya sangat menyerupai bentuk candi umat Hindu. Di beberapa tempat di Indonesia termasuk di kampung halaman saya, Makassar, terdapat Masjid Cheng Ho yang warna dan corak arsitekturnya didominasi oleh warna merah dan hijau dan menyerupai bentuk klenteng. Bagaimana hukumnya soal ini? Lalu bagaimana hukum menerima angpao yang merupakan tradisi dalam perayaan Imlek?
Yang saya amati, sebagian umat Islam terkadang agak sedikit reaktif dan tendensius mengeluarkan fatwa bila suatu hal bersinggungan langsung dengan agama Yahudi terlebih lagi Kristen, dibandingkan dengan agama lain. Harus diakui, umat Islam dan Kristen menanggung beban sejarah masa lalu yang penuh kontestasi dan konflik, mulai dari Perang Salib, Ekspansi Kekaisaran Islam Ottoman, Kolonialisme Eropa, Konflik Balkan, dan sebagainya, sehingga hubungan kedua agama tersebut selalu dipenuhi oleh kecurigaan dan kebencian. Parahnya, kecurigaan dan kebencian ini selau direproduksi dari masa ke masa dengan justifikasi ayat kitab suci yang ditafsirkan secara hitam-putih. Padahal proses penafsiran terhadap kitab suci tidaklah semudah yang dibayangkan karena ia mensyaratkan adanya penguasaan metodologi penafsiran, penguasaan teks-teks keagamaan klasik dan kontemporer dan juga ditunjang oleh adanya kapasitas keilmuan yang multidisipliner dari seorang penafsir dan bukan hanya sekedar cocokologi sebagaimana yang kerap dilakukan oleh sebagian umat Islam yang tidak memiliki dasar pijakan yang kuat.
Memang butuh waktu untuk meredakan ketegangan antar Islam dan Kristen. Dalam pada itu, kita harus memulainya dengan membangun dialog yang mengedepankan sikap jujur dan tulus untuk saling belajar dan memahami satu sama lain sebagaimana kata pepatah ‘tak kenal maka tak sayang‘. Pengarus-utamaan narasi damai baik melalui sosialisasi ayat-ayat cinta dan perdamaian, penafsiran kembali ayat-ayat ‘kebencian’ yang kerap dijadikan sebagai bahan gorengan oleh kelompok yang anti keragaman dan perbedaan maupun pengungkapan kembali fragmen sejarah kemesraan hubungan antara Islam dan Kristen di masa lalu, perlu digalakkan secara terus menerus. Agar lebih efektif dan kontekstual, maka penggunan medsos perlu dimaksimalkan karena masyarakat modern saat ini tak bisa dilepaskan dari keberadaan medsos. Oleh masyarakat modern, medsos telah menjelma menjadi sumber kebenaran dan informasi. Medsos telah menjadi medan kontestasi dan pergulatan antara wacana kebencian dan perdamaian. Medsos harus terus diisi dan diramaikan dengan wacana perdamaian agar ia tak didominasi oleh wacana kebencian.
Sudah saatnya kita menyadari bahwa kemerdekaan republik yang indah nan eksotik ini, lahir dari adanya cucuran air mata, keringat, dan darah para pejuang yang memiliki latar belakang agama yang berbeda. Para pejuang tersebut adalah individu-individu yang telah selesai dengan dirinya sendiri. Harus pula diakui bahwa pembawa ajaran Kristen dan Islam, Yesus dan Muhammad adalah dua sosok yang selalu menyerukan pengikutnya untuk selalu menjunjung tinggi akhlak dan cinta kasih kepada siapa saja, baik mereka yang mencintai maupun yang memusuhi. Lalu, apabila ada yang mengaku pencinta Yesus dan Muhammad, tetapi perilakunya cenderung tuna akhlak dan cinta kasih, lalu siapakah sosok panutan mereka? (*)