Oleh: Juhlim
detiKawanua.com – Seketika suasana Kendari berubah menjadi tegang. Isu-isu polisi sebagai pembunuh, semakin hangat di perbincangan, baik di kalangan masyarakat elit Kota Kendari maupun dilingkungan kampus mahasiswa. Isu itu muncul, berawal dari kematian Almarhum Abdul Jalil Akram (Pegawai Honorer BNN). Dimana, kematian Jalil masih penuh dengan misterius. Ada apa dibalik kematian Jalil? Ia di culik oleh sekelompok orang yang tak dikenal, sampai keesokan harinya, ia pun di temukan dalam keadaan tak bernyawa. Ironisnya, ada lubang bekas tembakan pada bitis. Menurut informasi, ia di tembak dalam kondisi tidak bernyawa. Dugaan luka tembak itu, di buat seolah-olah saudara Jalil berusaha lari dari sergapan polisi.
Sekarang timbul pertanyaan, siapakah yang menembak itu, entah itu polisi atau ada oknum lain yang sengaja mengkambinghitamkan pihak kepolisian. Kalaupun Polisi yang melaukan penangkapan itu, berarti Polisi telah melanggar Hak Asasi Manusia (HAM) dengan tuduhan telah menghilangkan nyawa seseorang apalagi dalam penangkapan tersebut tanpa disertai dengan surat penangkapan. Jikapun itu bukan polisi yang melakukan, maka sejatinya polisi harus mengambil langkah yang masif dalam mengusut tuntas kasus itu. Entahlah….? Sangat ironis sekali, Kapolres Kota Kendari mengeluarkan surat penangkapan di hari saudara Jalil dalam keadaan tidak bernyawa. Isi surat itu, saudara Jalil dituduh telah melalukan pencurian dengan kekerasan. Tuduhan yang dilontarkan itu tanpa disertai dengan alat bukti yang kuat. Apakah ini adalah sebuah rekaan yang sengaja di buat-buat oleh Polisi.? Di perparah lagi, surat penangkapan itu dikirim melalui kantor pos.
Melihat kinerja kepolisian yang menunjukkan tidak profesional dalam menangani kasus kematian Jalil. Kini tak pelak lagi, perspektif masyarakat terhadap kepolisian berubah menjadi tanggapan polisi adalah pembunuh. Seharusnya, tugas pokok dan fungsi kepolisian adalah untuk melindungi dan menganyomi masyarakat yang diamanatkan dalam Undang-Undang, dicap sebagai pembunuh.
Polisi adalah pembunuh…..!! Itulah ungkapan yang dilontarkan oleh sekelompok massa unjuk rasa, sebagai ungkapan rasa kekecawaan masyarakat terhadap kepolisian. Tak bisa di hindari kericuan antara masa aksi dengan polisi di halaman perempatan Polda Sulawesi Tenggara (Senin, 13/06/2016). Dalam aksi tersebut, pihak demontsran menuntut agar Kapolres Kota Kendari di copot dari jabatannya sebagai anggota kepolisian. Suasana saat itupun terasa mencekam dengan kondisi hujan disertai bunyi tembakan gas air mata. Dalam aksi itu, masa aksi mencoba untuk masuk di halaman polda, namun dihalang-halangi oleh pihak polisi. Akhirnya, ketegangan antara masa aksi dengan polisi tak bisa di bendung lagi di sertai hujanan lemparan batu kearah polisi.
Polisi dengan perlengkapannya yang serba canggih, akhirnya mampu membendung masa aksi yang mencoba menerobos masuk. Dengan menembakkan gas air mata serta melepas anjing pelacak, membuat masa aksi lari terkocar-kacir dan tak bisa terkontrol. Bila Polisi lebih peduli pada soal kematian saudara Jalil, mestinya polisi memberikan ruang kepada masa aksi untuk menyakan, apakah ada keterlibatan pihak polisi dalam penangkapan itu.
Meskipun cuaca dalam kondisi hujan, tidak menurunkan semangat perlawanan dari masa aksi. Seketika ketegangan pun mencuat kembali. Dari pihak masa aksi terus menghujani dengan melempar batu ke arah polisi dan polisi pun membalas dengan tembakan gas air mata serta melakukan pengejaran. Akhirnya, menjelang sore aksipun mulai surut. Meski aksi telah usai, namun tidak menghilangkan perspektif masyarakat terhadap polisi sebagai pembunuh.
Persepektif itu tidak akan hilang sebelum pihak kepolisian benar-benar serius dalam menangani kasus kematian Abdul Jalil Akram. Jika jasad tak bisa bangkit, maka jiwa pun masih bisa bangkit. Selama keadilan dan kebenaran masih tergadaikan, maka selama itu pula akan selalu ada suara-suara lantang perlawanan bermunculan untuk menentang berbagai bentuk kezaliman di muka bumi ini. #
Penulis adalah kader HMI-MPO Cabang Kendari dan kini tengah menyelesaikan masa studi di Jurusan Pendidikan Sejarah, Universitas Halu Oleo.