Example floating
Example floating
SULAWESI UTARA

(Opini) Badai Freeport ke Prostitusi

×

(Opini) Badai Freeport ke Prostitusi

Sebarkan artikel ini
Oleh : Rifaldi Rahalus

detiKawanua.com – Masyarakat Indonesia dalam beberapa pekan menjelang akhir bulan Desember 2015 ini, telah gemparkan dengan badai skandal Ketua DPR-RI Setiya Novanto terkait perpanjangan kontrak PT Freeport Indonesia dan juga mengenai pencatutan nama presiden dan wakil presiden Jokowi/JK. Oleh karena itu, publik seakan ingin menghakimi Novanto dan antek-anteknya yang terlibat didalamnya tanpa harus melalui proses hukum di Indonesia. Nyaris hampir sebulan, media massa menjadikan Setya Novanto berada di halaman muka. Pemberitaannya cenderung negatif, pasca kasus “papa minta saham” Freeport Indonesia mencuat ke permukaan.

Rasanya Setya menjadi bintang pemberitaan paling populer dalam kancah politik terkini di republik ini. Sebelum kasus yang menimpa pria kelahiran Bandung tahun 1954 mencuat, Setya sering disebut-sebut ikut terlibat dalam dugaan beberapa kasus korupsi seperti dugaan korupsi PON IX Riau, cessie Bank Bali, dugaan keterlibatan di kasus pengadaan e-KTP dan dugaan penyelundupan 60 ribu ton beras Vietnam.

Namun, seluruhnya tidak pernah terbuki dan Setya dengan ringan kaki kembali melangkahkan karier politiknya ke jenjang yang lebih tinggi. Saat menjadi Ketua Fraksi Partai Golkar periode 2009-2014, Setya adalah anggota Komisi III DPR RI, namun tingkat kehadirannya cenderung merah, karena nyaris jarang terlihat mengikuti agenda komisi hukum.

Tidak banyak yang memberitakan bagaimana akhirnya Setya berhasil menduduki jabatan politik tertinggi di parlemen. Ia lahir di Bandung, besar di Jakarta dan Surabaya lalu menang sebagai anggota DPR RI lewat daerah pemilihan Nusa Tenggara Timur, untuk dua periode sebagai seorang dewan pada periode 2009-2014 dan 2014-2019. Pandangan sebagai sosok “berkasus” dan licin terhadap Setnov dianggap lumrah, setelah ia lolos dari ragam kasus. Kasus korupsi khususnya.

Memang, di balik semua kontroversinya, Setya Novanto bisa jadi menginspirasi, setidaknya hingga sampai di level saat ini, di level saat dia memiliki harta sebayak hampir Rp 74 miliar berdasarkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara tahun 2009. Namun, Apakah dengan harta kekayaan yang berlimpa itu bisa membuat Novanto puas?, tentu saja tidak. Buktinya, Novanto masih melakukan lobi saham dengan Presiden Direktur PT Freeport dengan membawa nama presiden Jokowi.

Masih pada persoalan freeport. Biasanya, para politikus di tanah air cenderung semakin pandai merancang skenario demi penyelamatan diri dari jeratan hukum akibat perbuatan mereka. Salah satu alat yang sangat mendukung rencana para politikus dan paling sering di gunakan sebagai senjata perlindungan diri dari ancaman dan caci maki oleh masyarakat adalah media. Lewat sarana ini, pelaku pelanggaran hukum dengan mudah mengalihkan perhatian publik.

Isu Freepot Dialihkan ke Prostitusi

Arus Informasi sekarang ini bagaikan air bah yang menerjang benak dan pikiran kita, mudah sekali informasi-informasi yang datang pada diri kita dengan adanya teknologi informasi baik melalui media elektronik, media cetak dan media internet. Berdasarkan hal di atas maka Informasi atau berita dari media sekarang Ini seringkali dijadikan alat propaganda untuk kepentingan-kepentingan tertentu, baik itu kepentingan politik, ekononi dan juga ideologi.

Kita sebagai masyarakat tentunya harus lebih selektif saat menerima pemberitaan dari media, tak peduli itu media yang ternama atau yang telah populer, bahkan media yang telah populer ini lebih harus diwaspadai karena dengan popularitas dan fansnya yang banyak mereka lebih suka membuat opini sesuai kehendaknya, atau karena ada orang kedua yang mengendalikan peran media untuk menyerang lawan politik atau ideologi.

Seperti halnya dengan pemberitaan kasus skandal Setya Novanto yang marak di berbagai media dan menjadi komsusi publik beberapa minggu ini yang pasti pula akan tertanam sedalam-dalamnya di benak publik. Tentu pula masyarakat akan sulit untuk berhenti membincangkan persoalan tersebut. Akan tetapi tidak sesulit itu, justru sangat mudah bagi para pelanggar hukum semudah membalik tealapak tangan,dengan mengalihkan perhatian publik melalui media dengan topik yang baru.

Menurut hemat saya, siapa saja berhak menerima informasi lewat apapun termasuk media dan kemudian, pihak pemberitaan juga jangan sampai terkendali oleh kepentingan kelompak tertentu atau individu siapapun itu. Dapat di analisa bahwa, Kasus Novanto dalam pemberitaan media mulai surut padahal belum ada keputusan resmi dari pihak yang menangani kasus Novanto. Malahan yang menjadi tranding topic justru persoalan prostitusi di kalangan artis, sehingga kasus Novanto pun tertutup rapi tanpa ada cela, atau bahkan kasus tersebut seakan sudah dituntaskan.

Secara pribadi, dan bagi siapa saja yang terus mengikuti perkembangan kasus Novanto melalui pemberitaan media akan menilai bahwa munculnya pemberitaan prostitusi di kalangan artis seperti Nikita Mirjani yang komplet dengan harga semalam adalah bagian dari skenario politik guna menutupi kasus Novanto. Bisa jadi demikian, bahwa ada “kong kalikong” anatara kedua bela pihak baik  media dan juga Novanto. Artinya, ada rayuan manis dari Novanto terhadap media untuk tidak lagi mengumbar kesalahannya ke publik layaknya ‘kong kalikong” antara Setya Novanto dan antek-anteknya saat berdiplomasi.

Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Din Syamsuddin misalnya, saat hendak dimintai tanggapan dari media terkait kasus prostitusi, Din malahan tidak mau memberikan tanggapan dengan alasan, ketimbang prostitusi dirinya malah lebih tertarik untuk berkomentar soal isu pencatutan nama presiden dalam dugaan adanya percaloaan PT Freeport.(tempo.co Sabtu,(12/12).

“Saya tidak mengikuti, MKD (Majelis Pertimbangan Dewan) saja, jangan dialihkan beritanya,” kata Din usai menghadiri ujian terbuka doktoral calon Duta Besar Indonesia untuk Azerbaijan, Husnan Bey Fananie di Kampus Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta.

Ia menyatakan, kasus yang menimpa ketua DPR RI Setya Novanto itu harus dibongkar sebongkar-bongkarnya. Sebab hal tersebut menyangkut etika para elit politik di negeri ini. Karena kasus seperti ini membawa pengaruh dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Apalagi melibatkan, baik ketua DPR RI dan lain-lain. Oleh karena itu, kata dia, baik melalui MKD jika mengambil keputusan lain, harus diteruskan ke jalur hukum. Ia meminta kasus ini tidak dibiarkan keputusan akhir adalah keputusan politik.”Itu sungguh akan mencederai kehidupan kebangsaan kita,” kata Din.

Maka dari itu, kasus tersebut katanya, harus benar-benar ditempuh melalui jalur hukum, baik melalui kepolisian, kejaksaan maupun Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dan tidak dianggap sebagai persoalan sepele apalagi penyelesaian dengan cara politik.”Jangan sampai ada penyelesaian secara politik,” saran Ketua MUI. (#)



Penulis adalah Ketua Umum HMI (MPO) Cabang Manado

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *