Manado, detiKawanua.com – Mekanisme kocok ulang pimpinan DPR, tentunya dengan merevisi kembali Undang-undang UU
MPR, DPR, DPD dan DPRD (MD3), yang waktu penetapan lalu masih bersifat
emosional pada kepentingan jelang Pemilu 2014.
“Diibaratkan orang lari jarak jauh, sudah berusaha semaksimal mungkin untuk memenangkan lomba itu untuk mendapatkan medali, namun yang menikmati adalah peserta urutan kedua, ketiga dan lainnya,” tandasnya.
Dengan mengembalian UU MD3 seperti di era kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono itu, akan semakin adil sistem perpolitikan di daerah.
“Jika PDIP yang memegang pimpinan DPR RI, tidak berarti sikap kritis lembaga wakil rakyat itu untuk pemerintahan saat ini berkurang atau tidak ada. Kekritisan tentunya datang dari parpol-parpol nonpemerintahan dan masyarakat luas,” tambahnya.
Saran lain juga, setelah Setya Novanto mundur dari Ketua DPR RI, lembaga wakil rakyat itu agar lebih mawas diri. Menurutnya, citra DPR RI itu sudah jatuh di mata masyarakat, sehingga untuk memperbaiki citra itu dengan menunjukkan kinerja yang lebih baik, tanpa harus ada persoalan-persoalan hukum dan etika lagi.
“Kasus Setya Novanto itu sebaiknya yang terakhir dari beberapa kasus yang terjadi sebelumnya, seperti adanya operasi tangkap tangan KPK dengan anggota DPR, atau persoalan etika lainnya,” ujarnya. (*)