Oleh: Taufiq Murit, SHI
detiKawanua.com – Ayahku bernama Muhammad, sedang Ibuku bernama Sitti. Sebagian orang mungkin berpendapat bahwa terlahir dan dibesarkan dari orang tua yang berprofesi sebagai nelayan, merupakan takdir buruk dari Sang Ilahi. Selain itu, kata “mereka”, tinggal di pesisir pantai membuat hati dan pikiran jauh dari “kedamaian”. Namun, paradigma-paradigma itu tidak berlaku bagiku. Sebab, memiliki orang tua yang mencintai anak-anaknya dengan ikhlas tanpa pamrih, adalah anugerah terbesar pemberian Rabbul Alamiin yang tidak ada alasan untukku ingkari. Terlebih, indahnya hidup di dekat lautan yang kaya akan flora dan fauna, membuat aku lebih mudah membaca “hati para bidadari” dari ribuan kali nyanyian ombak.
Aku anak nelayan;
Hidup susah dan makan seadanya sudah menjadi hal lumrah bagiku. Terlebih, saat aku sedang menimba ilmu di tanah ini (Manado,- red), sejak Tahun 2002-2014 silam. Malang-melintang, hingga lalu-lalang mencari uang tambahan untuk bersekolah, pernah kujajaki tanpa peduli usiaku yang terbilang muda untuk menjadi seorang kuli bangunan saat itu.
Aku anak nelayan;
Suatu ketika, aku pernah tidak merasakan nikmatnya butiran nasi ditaburi sayur dan ikan asin kesukaanku selama tiga hari tiga malam. Kala itu Bulan Suci Ramadhan (puasa). Tiap muslim dan muslimat yang sudah dibebani hukum (
mukhallaf), mungkin sedang asyik menikmati hidangan buka puasa maupun sahur di rumah masing-masing. Namun, itu tidak asyik dalam posisiku yang terjepit karena jauh dari keluarga tercinta.
Aku anak nelayan;
Setelah lulus Sekolah Menengah Atas (SMA/Aliyah) di Pondok Pesantren Al-Khairaat Komo Luar Manado pada Tahun 2005, aku melanjutkan pendidikan di Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Manado tahun 2006-2014, yang sekarang telah beralih status ke Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Manado.
Aku anak nelayan;
Hampir 9 tahun menjadi mahasiswa Program Studi Syari’ah, Jurusan Akhwalu Syaksiyah, adalah beban berat yang sulit kupikul. Bagaimana tidak! Sewaktu kuliah jarang sekali aku masuk kelas, sehingga puluhan nilai mata kuliah hingga selesai KKN pada tahun 2010, ditahan oleh beberapa dosen. Hingga akhirnya, aku pun mendapat Surat Peringatan (SP) hingga tiga kali dari pihak Akademik, dan itu menandakan bahwa aku akan di-
drop out (DO). Tapi alhamdulillah, hal itu bisa dimediasikan dengan baik oleh pihak Ombudsman selaku mediator. Sehingga, aku pun bisa melanjutkan kuliah dengan beberapa catatan penting.
Aku anak nelayan;
Hari ini, Kamis (29/10/2015), aku mengenakkan Toga bertanda bahwa aku sudah menyelesaikan studi Strata 1 (S1). Setelah hampir lupa cara memeluk orang tua, di kesempatan ini (sambil menangis), akhirnya aku ingat kembali cara memeluk mereka (Aba dan Mama) yang telah mendedikasikan hidup, harta, dan segalanya untukku.
Aku anak nelayan;
Lewat tulisan sederhana ini, aku ingin mengucapkan terima kasih kepada semua sahabat yang sudah setia melewati-merasakan pahitnya “kopi” tanpa dicampuri “gula” bersamaku. Terlebih, bagi dia yang namanya kusebutkan dalam hati. (#)
Penulis adalah Jurnalis Media Online di Sulut.