Sulut, detiKawanua.com – Sertifikasi aset milik daerah mendapat perhatian serius dari Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara (Sulut). Itu menyusul, adanya gugatan-gugatan yang dilayangkan oleh pihak swasta maupun perorangan terhadap aset daerah.
Tercatat di tahun 2023 ada 43 gugatan yang dilakukan secara personal. Pemprov pun siap ‘pasang badan’ untuk mengamankan aset milik daerah tersebut.
Penegasan itu dilontarkan Wakil Gubernur Sulut, Steven Kandouw. Sertifikasi aset dinilai merupakan hal yang teramat penting.
“Upaya sertifikasi yang dilakukan Biro Hukum sangat penting. Sebab tiap tahun ada 43 gugatan tentang aset-aset kita,” beber Kandouw kala membuka kegiatan Bimtek Penatausahaan Barang Milik Daerah bagi Pengurus Barang Pembantu Perangkat Daerah di Lingkungan Pemprov Sulut, di Hotel Sentra, Senin (19/02/2024).
Lanjut Kandow, setiap tahun selalu muncul kendala baru dalam urusan penatausahaan barang milik daerah. Itu akibat aset semakin hari mengalami depresiasi, bahkan semakin susah dilacak.
“Untuk itu perlu pengelolaan yang baik, bibliografi yang mantap serta pengetahuan administrasi bagi pengelola. Ini juga jadi syarat BPK untuk menilai kelayakan kita mengelola keuangan daerah. Apakah kita sudah baik,” terangnya lagi.
Ia pun mengaku prihatin, sebab Pemprov Sulut kerap berada di pihak yang kalah. “Di mana-mana selalu pemerintah kalah dengan swasta yang menggugat. Tetapi kali ini, kita jangan pernah kalah terhadap orang yang ingin menggugat aset-aset kita. Sebab gugatan itu jadi pola atau tren,” tegas Kandouw.
“Meski kalah di pengadilan tingkat pertama, kita akan banding terus. Kita harus berusaha. Masakan untuk kepentingan umum boleh dikalahkan oleh kepentingan pribadi. Contohnya lahan sekolah yang dipergunakan anak-anak kita bersekolah bisa kalah digugat oleh perseorangan. Untuk itu harus ada anggaran yang jelas untuk sertifikasi dan uapaya upaya kita untuk melawan klaim personal terhadap aset aset kita,” paparnya.
Lagi katanya, sejauh ini, pengelolaan belum sempurna, masih banyak sekali barang-barang milik daerah, baik pengelolaannya sampai kepemilikannya maupun identifikasinya masih tidak jelas.
“Pola anggaran pemerintah semakin hari semakin entrepreneur konsep, bukan hanya mengejar konsep pelayanan kepada masyarakat. Tetapi aspek entrepreneur-nya harus sustainable. Dengan demikian harus ada added value-nya. Kita tidak boleh lagi seperti dulu, anggaran harus habis tahun ini, tanpa memikirkan apakah anggaran ini sustainable output dan outcome-nya,” jelasnya.
“Mindset kita harus seperti itu, harus punya daya ungkit. Karena substansi anggaran kan seperti itu. Tidak boleh hanya output saja harus ada outcome . Harus ada sustainability. Karena makna dari substansi keuangan daerah yang betul seperti itu. Bukan hanya sekedar kita cepat-cepat menghabiskan tetapi harus ada kontinuitas efeknya sampai tahun-tahun berikutnya,” timpal Kandouw.
Ia berharap Bimtek yang dilakukan, memberikan tambahan kemampuan kepada staf di lingkungan Pemprov Sulut.
“Supaya neraca pemerintah kita ini dari tahun ke tahun semakin baik. Supaya kita tahu persis belanja langsung kita orientasinya harus lebih besar dari belanja tidak langsung kita. Karena kadang-kadang rasanya susah sekali TAPD untuk menentukan besaran belanja langsung dan tidak langsung. Ini penting walaupun ada mandatory budget harus kita jalankan,” ungkap Kandouw.
Di mandatory, tambah Kandouw, dibagi lagi belanja langsung dan tidak langsung. Harus ada ikhtiar. Mudah mudahan ada benang merah pengelolaan barang milik daerah ini dengan belanja neraca anggaran.
“Tentu saja administrasi BMD harus disertai dengan Kepala Badan Keuangan, kita legitimasi barang-barang milik daerah, yang saya maksud sertifikasi. Namun ini juga harus dilihat dari alokasi anggaran yang tidak sesuai,” pungkasnya.
Turut hadir, Kepala Perwakilan BPK Sulut, Dr Arif Fadila, Asisten 3 Pemprov Sulut, Fransiskus Manumpil, Kepala Badan Keuangan dan Aset Daerah (BKAD) Sulut, Clay Dondokambey serta stakeholder yang terkait dengan pengelolaan keuangan dan aset.