Example floating
Example floating
NUSA UTARASANGIHE

Marak, Di Sangihe Jenazah Pasien Positif Covid19 Diambil Paksa Oleh Keluarganya

×

Marak, Di Sangihe Jenazah Pasien Positif Covid19 Diambil Paksa Oleh Keluarganya

Sebarkan artikel ini

Tahuna, detiKawanua.com – Kejadian ini sangat disayangkan oleh Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19 Kabupaten Kepulauan Sangihe, sangat disayangkan. Seharusnya itu tidak terjadi, masyarakat mestinya memahami kondisi saat ini dengan adanya penyebaran Covid-19. Apalagi, pengambilan paksa jenazah pasien Covid-19 memang bukanlah hal baru.

Menyikapi hal tersebut Direktur Rumah Sakit Umum Daerah RSUD Liun Kendage Tahuna dr Handry Pasandaran angkat bicara. Saat dikonfirmasi sejumlah wartawan dirinya menyatakan, yang menjadi isu baik secara nasional maupun lokal dikalangan masyarakat yang sering diperdebatkan melalui platform media sosial, yaitu menyangkut pulang paksa pasien dari rumah sakit, mana kala sudah terdeteksi terkonfirmasi rapid antigen positif Covid-19.

“Berdasarkan surat edaran (SE) Kepala Dinas nomor 440/Sekretaris/2595/VIII tahun 2021 tanggal 8 Juli 2021, kepada seluruh Kepala Dinas Kabupaten/Kota se-Provinsi Sulawesi Utara dan selaku Direktur rumah sakit di Provinsi Sulawesi Utara. Dimana salah satu poin disana disebutkan bahwa pasien Covid-19 itu dipulangkan dan dinyatakan selesai menjalani perawatan di rumah sakit berdasarkan hasil asesmen dokter penanggung jawab pelayanan,” ungkap Pasandaran.

Menurut Pasandaran, pasien Covid-19 yang dipulangkan dan selesai menjalani perawatan di rumah sakit, diberikan surat keterangan pemeriksaan, sesuai lampiran keputusan Menteri Kesehatan nomor 413 tahun 2020, tentang pedoman pencegahan pengendalian Covid-19.

“Semua pasien yang setelah pulang dari rumah sakit harus menjalani karantina mandiri selama 14 hari setelah pulang dari rumah sakit, dan dipantau oleh Satgas Kabupaten, Dinas Kesehatan dan Puskesmas, serta pemerintah setempat yang menjadi domisili dari pasien itu sendiri,” jelas Pasandaran.

Dirinya menjelaskan, dengan terjadinya perampas jenazah Covid-19 tersebut, ialah kurang pemahaman dari masyarakat. Yang mana rapid antigen juga menentukan seorang pasien terkonfirmasi positif Covid-19. Tidak hanya harus di Swab saja. Karena tingkat rapat antigen dan Swab hampir sama

“Memang fenomena pengambilan paksa ini adalah kurangnya pengetahuan masyarakat, yang terkonfirmasi positif itu dasar penentuannya apa. Kalau mereka sudah tahu bahwa rapid antigen sekarang sudah dapat menunjukkan dan membuktikan sebagai keterangan, bahwa itu adalah Covid-19, saya rasa tidak ada masyarakat yang menolak,” ujarnya.

Dia juga mengakui, sejauh ini pendekatan Satgas yang ada di Kabupaten Kepulauan Sangihe itu hanya dilakukan secara humanis saja. Yang mana menurut dia, pendekatan terhadap masyarakat itu perlu adanya pendekatan prefentif.

“Sejauh ini memang pendekatan Satgas Kabupaten itu dilakukan secara humanis, tidak dilakukan pendekatan reprentif. Maka terjadilah peristiwa perampasan jenazah,” kuncinya. (Js)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *