Example floating
Example floating
SULAWESI UTARA

Orkestra dan Lembaga Pendidikan

×

Orkestra dan Lembaga Pendidikan

Sebarkan artikel ini
Penulis: Abdul Muis Daeng Pawero aka. Angga
(Dosen FTIK IAIN Manado)
detiKawanua.com – Bicara organisasi Pendidikan, baik di level menengah maupun perguruan tinggi, memang selalu menjadi diskusi menarik. Pelbagai macam teori yang kemudian muncul untuk menjelaskan perihal organisasi. Mulai dari teori Birokrasinya Max Weber, Hirarki kebutuhan Maslow, hingga manajemen saintifik Elton Mayo dan Frederick Taylor. Namun, melihat permasalahan organisasi pendidikan hari ini, seperti kurangnya kekompakan personalia pendidikan dalam menjalankan visi organisasi, kurangnya antusiasme dalam menjalankan tugas, karyawan yang material oriented, kurangnya pelayanan prima (service excelent), perilaku “saling melempar kesalahan”, gosip, hoax, dan lain sebagainya, nampaknya teori-teori tersebut tidak cukup membantu (untuk tidak mengatakan tidak bisa membantu sama sekali). Teori-teori tersebut nampak seperti ‘bumbu pelengkap” akademik sebagai sumber rujukan ketimbang sebagai entitas pengetahuan yang kemudian “menubuh” dalam jiwa tiap-tiap insan dalam organisasi pendidikan.
 Mungkin kita dapat mengambil contoh Madrasah Tsanawiyah di desa Bakan kecamatan Lolayan, Bolaang Mongondow yang didirikan Marlina Moha Siahaan selaku mantan bupati Bolaang Mongondow. Madrasah Tersebut kemudian “gulung tikar” karena oknum pengelola madrasah yang material oriented, sehingga menyalahgunakan dana pengembangan Madrasah. Sama halnya dengan Universitas Dumoga Kotamobagu, yang didirikan sejak 11 Maret 1987, namun tidak pernah terlihat perkembangannya sampai sekarang karena personalia pendidikan di dalamnya yang sering konflik. Dan tentu masih banyak lagi contoh-contoh lembaga pendidikan dan perguruan tinggi yang memiliki masalah serupa. 
Sebaliknya, banyak contoh lembaga pendidikan menengah dan perguruan tinggi yang maju pesat hanya dalam jangka waktu beberapa tahun. UIN Maulana Malik Ibrahim Malang, tempat saya kuliah s2, adalah salah satu contoh perguruan tinggi saya maksud. Adalah Prof. Dr. Imam Suprayogo, yang kemudian menjadikan STAIN Malang menjadi UIN Maulana Malik Ibrahim Malang, hanya dalam kurun waktu 16 tahun. Dalam kuliah umum yang disampaikan waktu masa orientasi mahasiswa Pascasarjana UIN Maulana Malik Ibrahim Malang, beliau mengatakan bahwa ”kunci kesuksesan organisasi adalah kerjasama yang konsisten antara segenap civitas akademika perguruan tinggi. Kampus adalah rumah kita bersama. Karena itu, harus kita bangun dan jaga bersama”. 
Pondok pesantren Al-Luthfi Desa Lolanan kecamatan Sangtombolang juga bisa menjadi contoh. Lembaga pendidikan Islam yang didirikan tahun 2006 ini, memiliki agenda menarik diantaranya mengirim santrinya setiap tahun di Pondok Pesantren Nurul Jadid Probolinggo, Jawa Timur untuk belajar banyak hal; Kitab Kuning, Fiqih, Sejarah, Hingga Bahasa. Didirikannya Pondok pesantren Al-Luthfi ini kemudian mendorong desa Lolanan sebagai “desa santri”, sebagaimana deklarasi desa Lolanan sebagai desa santri pada perayaan hari santri nasional tahun 2017 Lalu. 
Ber-Orkestra dalam menjalankan Visi-Misi
 Melihat contoh lembaga pendidikan yang berlawanan tersebut, saya kemudian teringat ketika saya pertama kali “memainkan” alat musik kulintang waktu saya masih kecil. Kebetulan di sekolah saya di desa Lolanan, ada alat musik seperti itu. Saya mencoba memainkannya, namun suaranya menyakitkan telinga. Saya kemudian berkesimpulan bahwa alat musik kulintang adalah alat musik yang sangat jelek. Pada kesempatan berikutnya, saya mendengarkan alunan musik yang sangat indah yang berasal dari ruang guru. Saya takjub sekaligus kaget mendengarkan musik itu. Takjub karena keindahan musiknya, dan kaget ketika saya mengetahui bahwa itu adalah musik kulintang. Hanya saja dimainkan oleh guru seni yang ahli dibidang musik tradisional. Seketika saya menyadari kekeliruan saya. Suara tidak mengenakkan yang dihasilkan dari alat musik kulintang yang saya mainkan, bukanlah kesalahan kulintang, melainkan proses belajar dari seorang siswa yang belum bisa memainkan kulintang dengan baik. 
Saat kita menemukan personalia dalam lembaga pendidikan yang menjalankan tugasnya dengan kurang baik, (seperti contoh-contoh yang saya sampaikan di awal tulisan ini), bagi saya itu hanyalah “proses belajar” personalia tersebut untuk memainkan perannya dengan baik. Namun, ketika kita menemukan maestro, itu dapat menginspirasi kita selama bertahun-tahun. Misalnya Prof. Imam Suprayogo sebagai pemimpin UIN Malang dan civitas akademika yang memiliki integritas moral. Mereka semua adalah “maestro” yang bisa memainkan perannya dengan baik. 
Selanjutnya, pada kesempatan lain, saya mendengar dan melihat musik tradisional yang bahkan melebihi kejernihan dan kemerduan suara sang maestro kulintang. Melebihi indahnya suara aliran air pegunungan pada musim semi, melebihi indahnya suara angin di musim gugur di sebuah hutan, bahkan melebihi merdunya burung-burung pegunungan yang berkicau setelah hujan lebat. Suara apakah yang membuat saya sangat takjub pada saat itu? 
Itu adalah suara ORKESTRA alat musik tradisional yang memainkan sebuah simfoni.
Bagi saya, alasan mengapa orkestra itu merupakan salah satu simfoni terindah yang pernah saya dengar. Pertama, setiap anggota orkestra adalah maestro alat musiknya masing-masing. Kedua, mereka telah belajar lebih jauh lagi untuk bisa bermain bersama-sama dalam harmoni. 
Bagi saya, Bermain orkestra, persis dengan “memainkan” lembaga Pendidikan. Kita semua mempelajari hakikat profesionalitas kita masing-masing sesuai dengan posisi kita dalam satuan organisasi pendidikan melalui upaya peningkatan profesionalitas dan kompetensi. Setelah itu, marilah kita mempelajarinya dengan baik, labih jauh lagi, mari kita belajar untuk bermain, seperti halnya para anggota sebuah orkestra, bersama-sama dengan para “profesional” yang lain dalam sebuah harmoni. 
Bagi saya, jika itu terjadi dalam lembaga pendidikan, akan terlahir “suara yang paling Indah” berupa pesatnya perkembangan lembaga pendidikan, baik lembaga pendidikan menengah maupun perguruan tinggi. ***

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *