Saatnya kata harus bergerak. Bukan saatnya lagi, menutup mata dengan lipatan kain hitam yang dijahit dengan serat kulit-kulit manusia yang terbunuh.
Kawan, mari asingkan diri dulu ke puncak-puncak sunyi. Kita atur siasat lain. Siasat atas kesaksian–yang telah, bahkan yang belum sama sekali terbongkar–oleh mata kita.
Sediakan alat-alat perang; sangkur, carriel, alat-alat navigasi, dsb., dan yang paling terpenting adalah: kamera, buku catatan, apalagi pena. Kita catat semua yang nampak, kita buat catatan realis. Yang belum nampak, kita buat yang fiktif. Mari, kita panjat hati kita sendiri, sebelum dunia semakin hancur.
“Satu karya sebelum mati.”