Example floating
Example floating
SULAWESI UTARA

(Opini) Merampok Hak Rakyat Dibalik PT Freeport

×

(Opini) Merampok Hak Rakyat Dibalik PT Freeport

Sebarkan artikel ini
Oleh: Rifaldi Rahalus

detiKawanua.com – Terhitung pada awal bulan September 2015 lalu, nama Ketua DPR RI Setya Novanto, menggemparkan jagat politik Indonesia dengan menghadiri Jumpa Pers yang digelar oleh Donald Trump, salah satu Calon Presiden dari Partai Republik, America Serikat. Sebagai Ketua DPR RI yang sedang bertugas di Amerika Serikat waktu itu, entah apa alasan sebenarnya Setya Novanto menyempatkan diri bersama salah seorang Wakil Ketua DPR RI Fadli Zon menemui Donald Trump. Bahkan sempat mengeluarkan statement singkat dalam rangkaian publikasi (kampanye) sang taipan Amerika menuju kursi nomor satu di Negara Adidaya itu. Akhirnya, sang Ketua DPR RI ini menjadi ‘pesakitan’ di Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) karena mendapat teguran atas perbuatannya.

Belum habis tahun 2015, kembali Setya Novanto menghadirkan kegemparan yang bahkan lebih mengguncang. Kali ini, pertemuan dan salah satu rekaman percakapan sang Ketua DPR RI benar-benar membuat banyak kalangan terperangah. Apakah perbuatan Setya Novanto kali ini?

Dirilis oleh berbagai harian nasional atas perbuatan Setya Novanto, adalah karena sang Ketua DPR RI ini telah melakukan rangkaian pertemuan dengan petinggi PT Freeport dalam bentuk negosiasi yang tidak resmi yakni seputar masa depan PT Freeport di Indonesia. Apalagi, pertemuan tersebut justru telah memasuki fase ketiga dan melibatkan seorang pengusaha perminyakan yang sangat terkenal di Indonesia. Padahal, bukanlah tugas seorang Ketua DPR RI untuk sampai repot-repot melakukan lobby yang menjadi area kewenangan dan tugas eksekutif. Dalam hal ini, seorang Setya Novanto benar-benar “super rajin” dalam membantu peran pihak eksekutif.

Dan ini celakanya, pertemuan yang ketiga ternyata direkam oleh petinggi PT Freeport, dan termasuk di rekaman tersebut pencatutan nama Presiden dan Wakil Presiden untuk mendapat besaran saham masing-masing 11% dan 9%. Jelas ini bukan masalah sepele. Meski Presiden Jokowi tidak tampil emosional dan memilih untuk menyerahkan persoalan tersebut ke MKD DPR RI, tetapi jelas pencatutan tersebut teramat tidak menyenangkan. Apalagi karena dilakukan oleh pejabat tinggi Negara yang jika memang benar demikian, menunjukkan betapa miskin etikanya yang bersangkutan.

PT Freeport dan Disfungsi Etika Pejabat Publik

Peristiwa pencatutan ini kembali menghentakkan publik dan menunjukkan bahwa tidak sedikit pihak yang berjibaku dan melakukan lobby-lobby bawah tanah untuk urusan PT Freeport, dalam hal perpanjangan kontraknya. Meski sebenarnya banyak pihak tersebut tidak berkepentingan secara langsung. Yang jelas, peristiwa ini menggambarkan bagaimana kelompok elite Negeri ini merampok hak-hak rakyat melalui tindakan abuse of power (kekuatan yang nyata). Sangat beralasan dan terlampau sering terbuktikan kalimat Lord Acton itu, bahwa kekuasaan cenderung korup, power tends to corrupt. Jika benar terbukti rekaman tersebut yang dikomentari Kapolri tidak perlu diperiksa lagi, maka betapa fakta ini akan lebih menggegerkan lagi karena penilaian publik terhadap pejabat negara mengalami disfungsi alias hukum di negeri ini tidak lagi diberlakukan dengan serius.

Dua skandal dalam rentang waktu yang tidak lama sudah cukup menunjukkan bahwa Setya Novanto memang tidak dalam kapasitas memadai untuk menjadi Ketua DPR RI. Skandal sebelumnya pun, sebetulnya sudah teramat membebani citra DPR secara kelembagaan. Minus etika dalam mengemban jabatan sepenting Ketua DPR RI, sekaligus menjadi Ketua Lembaga Tinggi Negara, merupakan fakta yang sangat memalukan. Keputusan memberikan teguran dalam skandal pertama sudah membuktikan ada sesuatu yang dilanggar oleh Setya Novanto, dan pelanggaran itu adalah pelanggaran etika. Akan sangat mengherankan jika rakyat Indonesia tidak merasa malu dengan fakta tersebut.

Terlepas dari benar tidaknya Setya Novanto mencatut nama Presiden dan Wakil Presiden, jika benar sudah terdapat pengakuan bahwa memang terjadi pertemuan dengan pejabat PT Freeport, maka sudah terjadi Pelanggaran Etika. Untuk apa dan dalam keperluan apa seorang Ketua DPR RI bertemu bahkan hingga tiga kali dengan seorang pejabat PTFreeport di tengah gonjang-ganjing perpanjangan kontrak mereka? Apakah dengan gratis dan sekadar niat baik seorang Ketua DPR RI menemani seorang pengusaha bertemu seorang petinggi PT Freeport?

Gejolak percaturan kasus perpanjangan kontrak PT Freeport yang diumbar oleh media terus berlangsung, bahkan parahnya lagi selain tudingan adanya perjanjian perpanjangan kontrak yang menyebutkan nama Ketua DPR RI Setya Novanto dalam dari semua itu kemudian mencatut nama presiden dan wapres. Dengan demikian, secara kelembagaan pada wilayah kewenangan lagi-lagi telah mengalami disfungsi antara legislatif dan eksekutif. (#)

Salam Hangat Penulis

Penulis adalah Ketua HMI-MPO Cabang Manado

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *