Example floating
Example floating
SULAWESI UTARA

(Opini) Pengaruh Individualis Menuju Parlemen Entertainment

×

(Opini) Pengaruh Individualis Menuju Parlemen Entertainment

Sebarkan artikel ini

Oleh: Rifaldi Rahalus

detiKawanua.com – Upaya individu dalam mempengaruhi individu lain kerap kali kita jumpai di berbagai tempat, bahkan kelompok sekalipun dengan rentan waktu sangat singkat bisa di pengaruhi oleh perilaku individu. Misalnya, menjelang momentum pemilihan kepala daerah (Pilkada) yang akan berlangsung serentak di sebagian besar daerah di Indonesia. Disana kita akan melihat dengan jelas peran yang dimainkan individu sebagai upaya mempengaruhi kelompok.

Seorang kandidat saat berkampanye dan berorasi di depan publik sudah barang tentu akan menampilkan sosok baiknya demi menarik simpatisan masyarakat, apalagi dengan iming-iming akan memberikan uang atau akan memberikan jatah pembangunan daerah setempat, pendidikan gratis, kesehatan gratis dan lain sebagainya.

Demi melegalkan pengaruhnya, individu ini akan melantunkan hal yang sama pada tempat yang berbeda sebagai skenario politiknya. Dengan demikian, masyarakat sebagai kelompok dengan sendirinya terbawah akan janji tersebut. Trik politik semacam ini selalu diperankan di Indonesia bahkan negara luar. Akibatnya, dengan keterbatasan pengetahuan masyarakat terhadap dunia politik, maka penilaian mereka terhadap politik adalah siapa yang akan memberikan jaminan saat itu dialah yang sasaran penentuan sikap politik masyarakat.

Pada tahap ini,  parpollah yang justru harus disalahkan karena tidak mampu melahirkan kader mapan yang kemudian bisa menjalankan tugas dari partai dan aspirasi masyarakat bangsa dan negara ketika mereka menjadi bagian dari eksekutif, legislatif dan yudikatif. Faktor lain, tugas parpol yang seharusnya memberikan pemahaman melalui pendidikan politik terhadap masyarakat semakin tidak terlihat. Yang ada malah hanya sikap pragmatis yang cenderung pada haus akan kekuasaan yang diperlihatkan kepada masyarakat. Akibatnya, praktek korupsi, kolusi dan nepotisme di negeri ini seakan tidak bisa dihapuskan meskipun hal tersebut tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan bagi seluruh rakyat Indonesia.

Lain halnya dengan individu, ternyata sebaliknya, bahwa perilaku kelompok pun mampu mempengaruhi individu. Masih pada konteks politik dan pilkada serentak, dimana budaya politik di Indonesia semenjak memasuki abad XXI ini dunia politik kita seakan pincang jika berjalan sendiri tanpa dibaregi dengan motivasi entertaiment.

Peran entertaiment dalam wahana politik tanah air terlihat cukup mengambil andil dalam menentukan kemenangan dalam dunia politik. Karena nuansa musik menjadi idola sebagian besar penduduk kita, dengan demikian entertaiment selalu dijadikan alat politik dalam aspek kampanye. Ini bagian dari perpaduan antara entertaiment dan pelaku parpol sehingga terbentuklah kelompok sekaligus penyeimbang dalam menjalankan misi partai.

Cacat Profesionalisme Parlemen

Dunia parlemen dan Pemerintahan Indonesia sampai saat ini bisa dibilang cacat secara demokrasi dan tidak berjalan sesuai kaidahnya bahkan terkesan lamban. Hal ini akibat dari posisi-posisi strategis di dunia pemerintahan entah eksekutif maupun legislatif sebagian besar justru diduduki oleh orang yang tidak profesional (the ringht man and the ringht job). Inilah persoalan yang seharusnya menjadi perhatian serius kita semua, dan bukan oleh mereka yang justru lebih serius memikirkan cara untuk memperoleh kekuasaan semata.

Lebih fantastik lagi, oleh beberapa forum diskusi lintas politik menyebutkan bahwa keberadaan para artis di legislatif hanyalah tempat persinggahan belaka, setelah mengakhiri jabatan para artis ini tidak lagi difungsikan kecuali masih di butuhkan oleh partai bersangkutan terlebih memasuki pemilu berikutnya.

Dampak besar lain akibat dari tidak profesional itu akhirnya melahirkan rancangan dan kebijakan yang tidak sesuai dengan kepentingan publik. Misalnya, pada konteks lokal mulai dari rancangan peraturan daerah (Ranperda) sering tidak menyentuh dengan kondisi sosial politik di daerah tersebut yang berdampak pada stabilitas ekonomi sampai pada pengelolaan keuangan yang tidak sehat dan akhirnya harus berurusan dengan badan pemeriksa keuangan (BPK) akibat adanya temuan.

Lebih jelas lagi, berdasarkan data dari pihak KPK, (Sumber:http.www/detikom), mulai 6 Agustus 2015 hingga saat ini, setidaknya sudah ada 56 kepala daerah yang terjerat kasus hukum di KPK. Terhitung sejak KPK berdiri pada tahun 2003, kepala daerah merupakan salah satu objek bidang penindakan KPK.

56 kepala daerah yang telah terjerat KPK terdiri dari gubernur, wakil gubernur, walikota, bupati dan wakil bupati. Rata-rata dari para kepala daerah itu terjerat kasus penyalahgunaan wewenang, baik dalam pengelolaan anggaran dan aset daerah ataupun penyalahgunaan terkait perizinan. Namun ada pula kepala daerah yang terjerat kasus penyuapan.

Berdasarkan kajian yang pernah dilakukan KPK, kepala daerah yang mempraktikan politik dinasti paling rawan korupsi. Hal itupun terbukti dari beberapa kasus yang telah ditangani KPK. Para kepala daerah yang memiliki kewenangan begitu besar memang lebih berpotensi terjerat kasus hukum karena penyalahgunaan wewenang. Bahkan, berdasarkan data di KPK, tak sedikit kepala daerah yang terjerat lebih dari satu kasus. (#)

Salam Hangat Penulis

Penulis adalah Ketua Umum HMI-MPO Cabang Manado.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *